homePROFILEARCHIVESCREDITSLINKIESFOLLOW
PREGNANCY STORY
Source : EFCNI

“Satu dari setiap sepuluh bayi terlahir prematur.”

Tanggal 17 November dikenal sebagai World Prematurity Day, yakni Hari Prematur Sedunia. Saya hendak berbagi pengalaman hamil anak pertama saya yang Qodarullah terlahir prematur, mumpung saat ini kita masih berada di bulan November walaupun sudah di penghujung minggu terakhir. Tulisan ini saya ikutsertakan dalam lomba blog yang diadakan oleh theAsianparents Indonesia. Momentumnya pas sekali, bukan? 

Anak pertama mayoritas merupakan buah hati yang kehadirannya paling dinantikan oleh pasangan yang baru menikah, benar gak sih? Itulah yang saya rasakan berdua dengan suami setelah kami menikah, Alhamdulillah kami tidak menunggu terlalu lama. Empat bulan setelah menikah akhirnya kami diberi kepercayaan untuk kelak menjadi orang tua, yakni dengan hadirnya calon buah hati yang Allah tempatkan dalam rahim saya.

Ketika saya sudah dinyatakan positif hamil, suami begitu berhati-hati dengan apapun yang saya pakai atau makan. Saya mulai menghentikan pemakaian krim wajah dan sebangsanya, suami saya begitu khawatir jika nanti kandungan krim-krim tersebut berpengaruh dan berakibat buruk ke janin yang saya kandung. Saya tidak berkeberatan mengikuti kemauan suami, walaupun sebenarnya produk perawatan kecantikan yang saya pakai Insyaa Allah aman karena merupakan racikan berdasarkan diagnosa dokter spesialis kulit.

Saya juga menghindari makanan yang setengah matang, makanan yang dibakar, kafein, minuman soda dsb. Pokoknya kami begitu menjaga pola makan dan hidup sehat demi si buah hati.

Jadi selama masa kehamilan anak pertama, saya merasakan mabuk yang luar biasa berat. Meskipun demikian, saya begitu terbantu dengan suami yang begitu sigapnya membantu saya dalam segala hal. Selama hamil saya tidak lagi mengendarai motor sendiri seperti sebelumnya, kemana-mana selalu diantar dan dijemput oleh suami. Jarak antara rumah dan kantor saya memang jauh, medan perjalanannya luar biasa bergelombang, belum lagi lubang dan kerikil yang membuat pengendara motor harus berhati-hati.

Ketika beban pekerjaan kantor menuntut saya untuk bekerja lebih extra dari sebelumnya, saya selalu berusaha untuk tetap tenang. Sebisa mungkin meminimalisir stres agar tidak berkepanjangan. Saya sempat terbang bepergian ke luar kota untuk mengikuti Diklat sewaktu hamil, dan suami Alhamdulillah bisa mengambil cuti kantornya untuk menemani saya bepergian. Selepas kembali ke kota asal, ternyata atasan meminta saya untuk mengikuti Diklat yang lain lagi. Nah mulai di sini saya agak nge-drop, mungkin kelelahan karena mengikuti Diklat sebelumnya. Saya pun bersegera konsultasi ke dokter obgyn dan diberi surat untuk beristirahat, tugas Diklat saya akhirnya digantikan oleh pegawai lain.

Sewaktu kandungan saya memasuki usia 24 minggu, dokter menyatakan jika air ketuban saya begitu banyak sekali dan bisa beresiko untuk janin di dalam rahim. Saya pun diminta untuk melakukan tes darah di Laboratorium yang direkomendasi oleh dokter, hasil pemeriksaan darah menyatakan jika gula darah saya sedikit berlebih. Saya pun berikhtiar untuk melakukan diet terhadap gula dan karbo.

Memasuki usia kandungan 27 minggu, tiba-tiba muncul flek berwarna kecoklatan. Spontan saya berpikir mungkin tubuh saya terlalu lelah akibat bekerja. Kenapa saya bisa berpikir seperti itu? Karena ipar saya yang juga hamil Qodarullah mengalami hal yang sama, flek akan muncul jika tubuhnya sudah kelelahan. Kemudian saya memeriksakan diri ke bidan, dan saya diminta untuk bedrest.

Selang beberapa hari, ternyata fleknya berubah menjadi merah. Nah, karena takut saya langsung memeriksakan diri dan kandungan ke dokter obgyn di sore harinya. Janin saya dalam kondisi yang sehat setelah di USG, saran dokter sama dengan bidan, bedrest total. 

Selepas pulang ke rumah, tepatnya ketika menjelang maghrib. Perut saya terasa mules, saya mencoba merebahkan diri kok ternyata belum hilang mulesnya. Semakin lama semakin bertambah sakit, suami ikutan panik karena kala itu saya itu sampai mencengkram bajunya.

Malam itu juga suami langsung membawa saya ke bidan terdekat, ketika dilakukan VT ternyata sudah pembukaan sepuluh. Shock? Tentunya. Sama sekali tidak menyangka kalau sakit yang saya rasakan adalah kontraksi asli. 

Saya diminta menahan diri untuk tidak mengejan, karena kondisi bayi prematur akan membutuhkan inkubator dan memang harus dirujuk ke Rumah Sakit. Semua staff dari bidan praktek sigap banget membantu saya, bahkan sampai ikut menungguin saya ditangani perawat di Rumah Sakit. 

Mereka baru pamit untuk balik ke bidan praktek ketika saya dipindah ke ruang bersalin rumah sakit, terharu mengingat kebaikan-kebaikan mereka sewaktu itu. Fyi, saya bertemu lagi dengan mereka sewaktu melahirkan anak kedua dan ketiga (Masyaa Allah).

Proses bersalin berjalan cepat karena kondisi saya yang udah pembukaan lengkap, hanya saja air ketuban saya banyak sekali sampai baju bidan dan perawat basah terkena cipratan air ketuban. Sejujurnya saya benar-benar tidak tahu harus apa ketika bersalin, hanya mengikuti arahan bidan. Alhamdulillah bidan dan perawatnya sabar banget, bahkan mengingatkan saya supaya tidak mengangkat bokong sehingga perineumnya tidak robek. 

Begitu lahir, si dedek langsung dipisah. Tidak ada inisiasi menyusui dini karena dedek harus sesegera mungkin masuk ke dalam inkubator. Dedek terlahir Prematur dengan berat badan lahir rendah 1,1 kg dan dirawat  di ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit), sedangkan saya dipindah perawat ke kamar inap. 

Karena tanpa persiapan apapun, besoknya ibu saya menyusul membawakan perlengkapan yang dibutuhkan. Dan di hari itu teman kantor saya terpaksa membawa pekerjaan kantor saya ke Rumah Sakit, saya bisa melihat raut wajah tak enaknya. Tapi apa mau dikata karena saat itu bertepatan dengan tanggal pembayaran payroll gaji pegawai, harus tetap dikerjakan karena menyangkut kepentingan banyak orang.

Seusai tiga hari dirawat, saya sudah bisa pulang sementara dedek masih harus menginap di NICU. Dan yang membuat dada terasa sesak adalah ketika melihat bayi sekecil itu dipasangi ventilator sebagai alat bantu bernafas. 

Suami saya menamainya Salman, yang artinya adalah 'selamat'. Berharap dedek akan selalu diberi keselamatan seperti nama yang diberikan padanya.

Dalam rentang waktu seminggu itu, perasaan saya bergejolak tidak menentu. Berdoa terus berdoa supaya Salman bisa kembali pulang ke rumah, tetapi rencana Allah tidak sejalan dengan kemauan saya. Salman bisa pulang, hanya saja pulangnya kembali ke pangkuan Pencipta-nya.

Alhamdulillah ’Ala Kulli Hal
Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan

Setelah kepergian Salman, saya mencoba berkonsultasi ke dokter bagaimana bisa saya melahirkan dengan kondisi kandungan yang belum cukup bulan padahal saya berusaha menjaga segala sesuatunya ketika hamil. Dokter menganalisa dan mengambil kesimpulan, besar kemungkinan karena faktor kondisi jalan yang biasa saya tempuh setiap hari selama bekerja.

Sedih? Pastinya. Dari sini saya belajar bahwa apapun yang ada pada diri kita adalah titipan, tanpa terkecuali. Suatu saat titipan-titipan itu akan diambil kembali oleh Pemiliknya, dan tugas kita adalah menjaganya dengan baik agar kelak kita tidak menyesal. Dan saya menyadari dunia ini hanya tempat persinggahan saja, sesungguhnya hanya akhirat yang kekal dan akan datang waktunya masing-masing dari kita dipanggil untuk berpulang pada Allah. Sesungguhnya ada hikmah di balik setiap cobaan, kita hanya perlu mengikhlaskan apa yang menjadi takdir Allah karena segala sesuatunya  telah diatur dalam Lauhul Mahfuz.

Terima kasih untuk-Mu Tuhanku, Rabb-ku yang Maha Pengasih dan Penyayang. Semoga Engkau menjadikan Salman sebagai syafaat yang kelak akan berdiri menunggu kedatangan Umma Buya nya di pintu Surga-Mu.

0 candies | Give me candy


Post a Comment

All comments will be moderated, please write your feedback politely. Opinions, suggestions, criticisms are welcomed. I would really appreciate any of your responses, thank you ヾ(*゚ー゚)

POSTED BY Ayu ON Friday, November 27, 2020 @ 9:04 PM
back | Template code is edited by Ayu | forth